Malaikat Bintang
“Aku
shock. Kakiku lemas seketika. Ingin sekali rasanya kutepis semuanya dan percaya
kalau semua ini hanya mimpi”
Ketakutanku
bukan karena kegelapan atau bertemu dengan sesosok mahkluk menyeramkan yang
siap membunuhku setiap saat, dan ketakutanku bukan karena langit yang akan
runtuh. Aku ketakutan ketika tubuh Gadis
terbaring dan kemudian menghilang diantara celah tanah basah berhiaskan batu
nisan bertuliskan namanya. Aku ketakutan saat itu, dimana tanda titik
mengakhiri seluruh kehidupan Gadis.
Sudah satu bulan kurang dia koma tanpa memberikan tanda sadar hingga detik ini.
Setidaknya bukan untuk sadar sepenuhnya. Melainkan bergerak sedikit saja agar
kelegaan sampai pada hati kami .
“Kakak nunggu siapa?” tiba-tiba
muncul seorang anak kecil dengan boneka teddy
bear dalam dekapannya, “Kok mukanya sedih gitu, kak?”
Aku tersenyum melihat anak manis
ini, “Teman kakak, dik”
“Teman kakak lagi sakit ya?”
Kepalaku mengangguk, “Adik ngapain
disini? Mamanya mana?”
“Aku gak punya mama”
“Loh, terus kamu kesini sama siapa?”
“Sama kakaku, namanya Kak Bintang”
“Oh, terus Kakak Bintangnya kemana,
sayang?”
“Pergi. Sebentar lagi aku dijemput
sama dia. Tapi disuruh nungguin disini sebentar. Kakak mau gak nemenin aku?”
Kembali senyumanku terlontarkan,
“Ya, kakak temenin kamu. Kamu namanya siapa?”
“Namaku Angel. Kalau kakak?”
“Panggil aja aku Kak Narra”
Wajah Angel terlampau sangat manis.
Sama seperti wajah Gadis yang masih terbaring lemah tak berdaya. Atau kukira
mereka memang benar-benar mirip.
“Kak Bintang bilang kalau aku liat
ada orang lagi sedih, aku harus bisa bikin orang itu ketawa. Tapi aku takut kalau
kakak ketawa”
“Hah, kenapa?”
“Soalnya kakak gak ketawa aja
mukanya udah cakep banget, apalagi kalau ketawa. Nanti aku jadi jatuh cinta
sama kakak”
“Hish, bisa aja kamu”
“Teman kakak yang sakit pasti
cantik”
Aku sedikit shock mendengar ucapan Angel, “Kok kamu tahu?”
“Muka kakak udah kayak puzzle. Jadi aku tahu kalau teman kakak
yang sakit adalah kakak cantik yang kakak suka. Iya, kan?”
“Sok tahu. Kakak cantik udah punya
pacar, sayang. Nama pacarnya Rangga”
“Tapi kakak emang suka sama kakak
cantik itu” Angel agak sedikit ngotot.
“Ih, kamu. Masih kecil udah tahu
nama suka-sukaan. Belajar dulu, dik, yang bener. Nanti Kak Bintang marah lho
kalau dengar kamu ngomongin tentang masalah orang gede”
Angel nyengir, “Oh iya, aku harus
pergi. Makasi ya udah nemenin aku, kak. Salam sama kakak cantik ya”
“Kamu bisa nyari Kak Bintang
sendirian?
“Bisa dong. Aku kan udah besar.
Kalau kakak mau ketemu aku, cari aja aku ditaman rumah sakit tiap jam delapan
malam. Tunggu aku disitu, pasti aku datang”
“Oh, ok. Kamu hati-hati ya”
“Dah, Kak Narra”
“Dah”
Langkah kaki kecil Angel perlahan
menghilang bersama pandanganku. Anak itu lucu. Kalau aku tahu bapak, ibunya
siapa, pasti bakalan kutanya rahasia membesarkan Angel itu gimana? Habis dia
pintar banget. Walaupun agak sedikit sok tahu sih. Tapi untuk ukuran anak
kecil, Angel sepertinya lebih tahu banyak hal ketimbang anak-anak kecil lainnya.
***
Satu minggu setelah bertemunya aku
dengan Angel…
Rangga menatapku lesu. Terlihat
keputusasaan dari wajahnya dimana detik demi detik terbuang percuma oleh sebuah
pengharapan akan kesadaran Gadis kembali. Aku tahu dia mencintai Gadis. Tapi
didalam lubuk hatiku terdalam, aku juga ternyata mampu merasakan cinta yang
sama, bahkan kukira lebih besar daripada rasa cinta Rangga. Aku tidak
menginginkan tatapan mata putus asa Rangga. Karena kuyakin, Gadis bisa sembuh
lagi seperti sedia kala.
Koma bukanlah akhir. Atau biarkan
saja aku menemukan Gadis pada hembusan angin malam ini. Meskipun dia berwujud
tak nyata.
“Jadi kakak pingin ketemu kakak
cantik lagi?” tiba-tiba muncul Angel entah dari arah mana. Spontan aku
terkejut.
“Heh, perasaan dari sejak pertama
kali kita ketemu, kamu itu selalu muncul tiba-tiba. Ngagetin kakak aja kamu.
Lagipula kamu ngapain disini?”
“Tiap jam delapan malam aku selalu
di taman ini nunggu Kak Bintang jemput aku”
“Oooo,” kepalaku manggut-manggut,
“Kakak kangen sama kakak cantik, ngel. Biasanya tiap jam segini dia selalu
nerawang bintang dilangit sendirian. Dia paling gak seneng diganggu kalau lagi
liat bintang dilangit. Katanya bintang dilangit itu adalah sebuah keajaiban
untuknya. Jadi dia percaya kalau ada seorang malaikat dan peri-peri kecil yang
menjaga kakak cantik dari kegundahan. Kira-kira kakak cantik lagi dimana ya
sekarang, ngel?”
“Aku bisa mengantar Kak Narra ketemu
kakak cantik kalau kakak mau”
Aku kemudian terenyuh mendengar
ucapan polos Angel. Mana mungkin anak sekecil dia bisa membuat Gadis bisa sadar
kembali.
“Kakak coba deh tutup matanya
kakak!”
“Buat apa?”
“Udah, tutup aja!”
Bukan untuk mempercayai ucapan
Angel, melainkan untuk menuruti kehendak seorang anak-anak agar tidak rewel.
Aku segera menutup mataku sembari terbaring direrumputan taman.
“Coba kakak ingat-ingat kenapa kakak
bisa kangen sama kakak cantik. Ingat-ingat senyumnya, ingat-ingat wajahnya, dan
ingat-ingat kenangan kalian dulu!”
Ya, aku mencintai Gadis ketika
pertama kali kami bertemu. Dia dan aku sepakat untuk menjalin persahabatan,
namun diam-diam aku menaruh hatiku dan hingga saat ini tidak mampu rasa itu
kuungkapkan pada Gadis. Bagiku Gadis adalah bunga terindah yang pernah kutemui.
Seketika ingatanku tentang Gadis
tersiar seiring kelelapan mataku.
“Kak Bintang datang, Kak Bintang
datang” pekik Angel hingga membuat kedua mataku terbuka. Sinar terang tiba-tiba
muncul dari langit dan menghantam kedua mataku. Aduh, silau.
“Kak Narra?” Angel
menggoyang-goyangkan tubuhku.
“Apa?”
“Sinarnya Kak Bintang jatuh
dimatanya kakak”
Aku merasakan tubuhku menjadi agak
sedikit ringan. Apa ini? Terpejam sebentar, tapi rasanya kayak tidur satu hari
satu malam.
“Kak, ada kakak cantik”
Aku terhentak. Segera kuperhatikan
setiap sudut tempatku berdiam.
“Aku gak liat” jawabku polos.
Dalam hitungan detik tiba-tiba aku
merasakan kehadiran seseorang disampingku. Aroma tubuhnya, gambaran wajah yang
benar-benar nyata kurasakan. Gadis?
“Angel, kakak bisa ngerasain dia ada
disini. Dia ada disini” pekikku girang, “Dis, gue kangen sama loe. Gue pingin
meluk loe, pingin sharing sama loe
lagi”
“Kakak cantik bilang, dia gak bisa
balik lagi, kak”
Aku kemudian memandangi wajah Angel
penuh harap, “Kamu bisa liat dia?”
“Dari tadi dia memang ada disini.
Tapi dunia kalian beda. Jadi kakak gak bisa liat dia dengan jelas kecuali
ngerasain dia ada disini”
“Kakak gak bisa kalau gak liat dia.
Kakak mau liat dia, ngel”
Angel menggelengkan kepalanya,
“Bukan kuasaku, kak”
Aku shock. Kakiku lemas seketika. Ingin sekali rasanya kutepis semuanya
dan percaya kalau semua ini hanya mimpi. Angel, anak kecil yang entah darimana
datangnya gak mungkin bisa berkomunikasi dengan Gadis dimana tubuh Gadis masih mengartikan detak napas panjang hingga
saat ini. Gak, aku percaya kalau semuanya cuman mimpi dan sebentar lagi aku
pasti akan terbangun. Gadis pasti akan kembali untuk kami.
“Semuanya masih ada, ngel. Semua
kenangan itu masih ada. Kakak percaya kalau kakak cantik bakalan sembuh. Tapi
kenapa kakak ngerasain rasa kehilangan yang sebegini besar?”
“Aku dan Kak Bintang yang akan
menjaga kakak cantik setelah ini. Kakak percaya aja sama aku” Angel
menggerakkan tangannya perlahan kearah kakiku.
Aku terjatuh kebumi. Rasanya sakit
luar biasa tubuhku.
“Gadis sayang kamu, Nar” suara
bisikkan Gadis terngiang ditelingaku.
Hingga suara itu hilang, sakit disekujur tubuhku semakin kurasakan menusuk.
Argggghhh, sakkittt.
“Mas, mas!” seseorang mengguncangkan
tubuhku hingga aku membuka mataku, “Ngapain tidur disini?”
“Hah?” aku kemudian melenguh
“Bangun, mas. Yei, malam-malam
tiduran ditaman”
Aku memegang kepalaku sebentar. Cuma
mimpi. Tapi aku yakin ini bukan mimpi sembarangan. Jangan-jangan?
Segera aku berlari menuju ruang
tempat Gadis dirawat. Terjegal urat syarafku. Rangga sudah terlihat
memukul-mukul dinding rumah sakit. Keluarga Gadis sudah meraung-raung gak
karuan. Pemandangan terakhir, tubuh seseorang sudah dikerubungi tanpa menunggu
perintahku. Cinta sahabatku hilang, begitupun juga aku.
***
Setelah pemakaman Gadis, aku dan
Rangga masih berusaha mengenang kepergiannya. Rangga terduduk dikursi sofa
kamar Gadis untuk meluapkan air matanya. Sementara aku, dengan seksama masih
memperhatikan buku harian Gadis.
Diceritakan seorang perempuan
bernama Gadis, mengidap penyakit Autoimmun
Lupus yang mengganas selama beberapa tahun. Pada tahap penyembuhan, dia
percaya bahwa hidupnya akan kembali normal seperti sedia kala walaupun dia tahu
kalau obat terapi akan ditelannya seumur hidup. Dia tidak yakin bahwa nyawanya
akan direnggut karena penyakit ini.
Ketika dia putus asa, ada seorang
malaikat bernama Kak Bintang yang selalu menghiburnya. Malaikat yang turun
ketika Gadis sedang menerawang bintang-bintang angkasa. Kak Bintang begitu mahir
menghibur keterpurukannya. Sinar senyumnya jatuh pada kedua mata Gadis ketika
air mata Gadis tak kuasa mengalir dihadapan takdir hidupnya. Bertemu dalam
sebuah keajaiban selama bertahun-tahun hingga akhir hidup.
Bukankah Gadis sakit jiwa?
Tidak. Gadis adalah seorang
perempuan penuh semangat dan harapan. Tetap dia percaya akan sebuah keajaiban
bernama keajaiban bintang. Seribu bintang dilangit tercipta menjadi Kak
Bintang, malaikat penjaga Gadis, dan seorang peri bernama Angel, peri cantik
yang terlahir dari mimpi kecilnya dulu. Angel adalah perwujudan wajah kecil
Gadis saat Gadis masih berusia tujuh tahun. Gadis selalu berharap kalau dia
bisa melihat keceraiannya waktu kecil dulu, sebelum dia beranjak remaja dan
divonis mengidap Lupus. Inilah
tentang sebuah kisah, dimana akhirnya adalah damai yang berbicara. Selama
perjuangan hidup, mimpi dan keajaiban akan tetap bertahta direlung hati Gadis,
meskipun Tuhan juga yang menentukan semuanya.
Komentar
Posting Komentar